Akhir pekan di minggu ketiga bulan Januari 2016, saya mengisi
kegiatan dengan memberikan bimbingan privat kepada salah satu siswa. Diakhir
pertemuan, ia meminta izin untuk libur les pada pertemuan selanjutnya dengan
alasan ingin berwisata di Kec Sawahan Nganjuk. Beberapa hal yang terkengkang
dipikiran saya adalah “Nganjuk wisatanya apa aja? Paling cuma sedudo dan Roro
Kuning!"
“lho mbak, jangan salah. Udah ada
yang hits di Nganjuk” Jawab murid IPA yang bersekolah di SMA Favorit di Nganjuk
sambil menunjukan instagram dengan hastag #explorenganjuk
Hastag itu berhasil meracuniku
kemudian menelusuri kembali seusai tiba di rumah. Racun itu telah menginang rasa
penasaran dan terlintas pernyataan teman di chat “Dolanmu (mainmu) sudah
terlalu jauh hingga Raja Ampat, permata wisata Indonesia, yang dekat sudahkah kamu
kunjungi???” kemudian saya berdahlih “Nganjuk emang ada apa?? Diluar Nganjuk
kita banyak disuguhkan keelokan yang menawan”
Ini merupakan ekspedisi pertama
karena selama ini belum pernah berwisata disekitar lereng gunung Wilis. Pernah
sekali menjelajahi Gunung Wilis saat SMA mengikuti Napak Tilas Jendral
Soedirman Kediri-Bajulan yang akhirnya berhasil melewati garis finish. Saya
mengajak Mas Yanuar dan dia menjawab OK, Kemudian mencari informasi dari bagaimana
sumber di internet tentang akses menuju kesana hingga google map sudah ku siapkan
mencari rute perjalanan.
BUKIT NGROTO
|
Watu Tumpuk atau Bukit Ngroto merupakan hits instagram |
Tak perlu menunggu lama untuk
mengeksekusi , Selasa, 19 Januari 2016 , kita siap menuju Kec Sawahan berangkat
dari Tanjungkalang Kec Ngronggot pukul 8.00 WIB. Tujuan awal ialah mencari Desa
Margopatut karena ada wisata yang Hits yaitu “Bukit Ngroto”. Memasuki
kec Sawahan saya mulai membuka aplikasi map di HP dan menunjukan lokasi SMP N 1
Sawahan. Kami bertanya kepada warga tentang lokasi wisata itu disekitar warung di
dekat sekolah “Bukit Ngroto atau watu tumpuk itu to? Ada
pertigaan kecil didepan belok kiri ikuti jalan dan petunjuk arah” Ujar bapak penjual nasi bungkus.
Sesampai pertigaan, disini tidak ada
papan petunjuk menuju bukit ngroto. Sebuah jalan nan sempit ketika haluan harus
berbelok ke kiri menuju arah timur dan Bus takan mampu untuk sampai dilokasi
tujuan. Jika menaiki roda empat pun harus berhati-hati karena jalan disekitar
sini rusak parah hingga pondasi dasar jalan berupa tumpukan bebatuanpun bisa
kalian lihat. Hanya segelintir aspal yang menyelimutinya badan jalan. Saya
menyarankan lebih baik menaiki sepeda motor jika menuju kesini dan sebelum
bepergian periksa rem dan ban jangan sampai ada masalah karena tanjakannya
memiliki kemiringan hampir 50-60 derajat. Setiap tikungan terdapat papan petunjuk
arah menuju bukit ngroto dan anda akan disuguhkan pemandangan lereng Gunung
Wilis yang membentang luas permata hijau yang sangat menawan.
|
Pemandangan Lereng Gunung Wilis |
|
Jalan menuju Bukit |
Butuh waktu 15-20 menit sampai di
lokasi dari petigaan jalan utama. Tidak ada gapura selamat datang atau papan
informasi yang tersedia . Kami memutuskan untuk rehat sejenak sebelum menaiki
bukit (200 meter) di parkir bawah disalah satu warung dan sekaligus hunian.
Gadis jelita memiliki senyum manis membuatkan teh pesanan kami, aroma air yang
dimasak menggunakan perapian kayu terasa nikmat. Perempuan 19 tahun ini sudah
berkeluarga, ia hanya mengenyam pendidikan hingga jenjang SD. Hati tergores
ketika ia hanya menyebutkan jenjang pendidikan terakhirnya. Pemerintah
mewajibkan wajib belajar 9 tahun seakan tak tersentuh baginya apalagi ini masih
di wilayah Nganjuk yang tak jauh dari Ibu Kota dibandingkan Papua. Untuk
menyambung hidupnya ia berjualanan gorengan dan pecel dengan harga yang murah
dan bercerita ketika hari sabtu dan minggu tempat wisata ini banyak anak kawula
muda berdatangan. “Saya bersyukur mbak, sejak tempat ini terkenal banyak orang
berdatangan dan merupakan rejeki bagi masyarakat sekitar” sambil mengendong anaknya.
|
Rumah terdekat dari Watu Tumpuk |
Ia menceritakan watu tumpuk itu
adalah lahan yang dimiliki seorang dokter. Lahan tersebut direncanakan akan dibangun
sebuah Villa keluarga dan pemilik membangun dimulai dari sebuah taman yang unik
berupa susunan pecahan batu kali yang telah dipotong sedemikian epik hingga terciptanya
taman bebatuan yang memiliki nilai artistik. Mata kita akan dimanjakan oleh
pemandangan lereng Wilis yang cantik dari atas bukit seakan inilah bukit
bintang di Nganjuk.
Ketika kami memutuskan untuk
memarkir motor di warung dan berjalan kaki menuju bukit, tanpa sengaja saya
bertemu dengan kawan lama semasa perjuangan di SMPN 1 Prambon. 4 tahun tak
bersua semenjak reuni dan kini bertemu di Bukit Ngroto. Kita saling tanya “dari
siapa kamu tau tempat terpelosok ini yaitu bukit ngroto?”
Adanya sosial media seperti Instagram
membius kawula muda berkunjung ditempat ini untuk sekedar selfie datau wefie. Pemilik
tidak menarik reterbusi dan mengijinkan warga sekitar untuk membuka warung dan
penyedia jasa parkir yang dikelola masyarakat disekitar tempat itu. Sungguh
berkah bagi masyarakat bukit Ngroto wisata buatan ini. Sebelah taman, saya
menjumpai pekerja watu tumpuk itu, mereka mengatakan taman itu akan diperluas
dan nantinya Villa juga akan dibangun.
EMBUNG ESTUMULYO
Kami memutuskan untuk tidak berlama-lama
karena kurangnya tempat untuk berteduh dengan terik matahari semakin menerka
ubun-ubun. Disini merupakan area persawahaan dan perkebunan warga dengan
komiditi berupa jagung dan kacang-kacangan yang cocok bagi tanah di Bukit
Ngroto. Saya bertanya kepada Nuh
selanjutnya akan kemana dan meminta rekomendasi padanya mengingat ia berasal dari Kecamatan seberang
dari Sawahan. Dengan informasi yang saya kantongi di Internet di daerah dekat
sini terdapat “Embung”. Nuh ternyata juga tidak mengetahuinya. Berbekal
informasi dari warga kami bertiga
memutuskan ke “Embung Estumulyo” yang lokasinya berada di dekat Air
Terjun Sedudo.
Perjalan mengharuskan untuk kembali
pada jalan utama di pertigaan dekat SMPN 1 Sawahan dan menuju selatan sekitar
2-3 KM. Petujuk utama kami adalah Hotel Sanggrahan yang berada di bahu kanan
jalan terdapat pertigaan dan petunjuk banner arah ke Embung Estumulyo. Ikuti
saja petujuk, jika terdapat persimpangan lagi ikuti petunjuknya atau jangan malu untuk bertanya
warga disekitar. Akses menuju embung tidak sesulit di Bukit Ngroto walau
sensasi menanjak tetap ada.
Aroma rempah-rempah jamu tercium
selama perjalanan karena terdapat produsen jamu dan indra mata akan disuguhkan
pemandangan hutam pinus. Tidak ada tiket masuk atau parkir, semua masih gratis.
Hijaunya air di Embung dan pemandangan pohon pinus menjadikan suasana hati
menjadi teduh diteriknya panas. Terdapat beberapa warung namun saat saya
mengunjungi hanya ada satu warung yang berjualan.
|
Tangga menuju embung |
|
pepohonan disekitar Embung Estumulyo |
Tidak adanya tempat sampah disekitar
embung membuat pengunjung bisa saja membuang sampah sembarangan. Salah satu
sisi embung, saya melihat ada beberapa bungkus makanan ringan yang tercecer.
Jika ini dibiarkan terjadi sampah dapat menodai keindahan ini. Selayaknya
pemerintah Kab Nganjuk bekerjasama dengan Dinas Perhutani segera melakukan
tindakan pengelolaan sampah agar panorama itu tetap elok dan cantik.
|
Embung Estumulyo |
Kondisi cuaca tak menentu, kami bergegas
untuk berpindah tempat. Selama perjalanan kami saling bertegur sapa dengan kakek-nenek
yang berjalan kaki menaiki dan menuruni bukit. Usia renta tak menghalangi
mereka untuk beraktifitas misalnya pergi ke ladang dan pulang membawa beberapa
potong kayu dengan selembar kain sebagai tompangan kayu dipunggung mereka.
Allah memberikan kekuatan kepada manusia yang luar biasa, disaat era modern
dimajakan teknologi, tapi mereka tetap berjalan kaki dengan fisik yang prima
dibandingan seusia mereka yang sedang bergejolak macam penyakit menjadi suatu
ancaman dan adapun sebagai teman setia mereka. Disaat elpiji telah lama
terdistribusi di Jawa mereka tetap menggunakan kayu untuk memasak karena elpiji
menjadi barang langka ketika mereka bertempat tinggal dipelosok yang jauh dari
akses menuju kota.
SEDUDO
Merahnya bunga yang cantik yang
terhalangi durinya menjadi kemanjaan kesekian kalinya diperjalanan. Masyarakat
menanam bunga mawar hutan bukan sebagai hiasan rumah belaka, tapi juga sebagai
ladang usaha perekonomian mereka. Hawa yang sejuk menjadikan tempat ini cocok
untuk berkebun, ada beberapa bunga seperti krisan tumbuh subur. Jika aparat dan
pemerintah daerah serius mengembangkan potensi wisata, daerah ini sangat
berpotensi misalnya perkampungan bunga mawar, kampung durian, kampung alpukat
dan masih banyak lagi seperti di wilayah blitar terdapat wisata kampung
cokelat, di kediri wisata petik nanas atau strawberry. Selain itu aliran sungai
yang melewati bebatuan di daerah ini berpotensi digunakan sebagai arum jeram.
|
Kebun Mawar hampir disetiap perkarangan rumah dapat kita jumpai |
Sedudo adalah tujuan akhir dari
wisata hari ini. Sudah tak asing lagi jika ke Nganjuk yang terkenal adalah air
terjunya terutama ramai saat dibulan
Suro. Saya sendiri sebagai orang Nganjuk belum pernah kemari, ini juga
merupakan kali pertama bagi mas yanuar dan kesekian kali bagi Nuh. Petugas menarik karcis sebesar 5000
/pengunjung dan lokasinya antara tiket-air terjun masih relatif jauh dan masih
harus menanjak lagi dengan gigi 1 dan dialah satu sisi bahu merupakan jurang
yang lumayan curam. Jika anda menjumpai lokasi parkir itu merupakan tanda bahwa
tempat grojokan sudah dekat. Kami lanjut
menuruni tangga untuk mendekati air terjun dan adanya peringatan yaitu pengunjung
dilarang untuk mendekati grojokan atau mandi di grojogan ditakutkan adanya kayu
atau batu yang terbawa aliran sungai dari atas tebing.
|
icon Sedudo |
|
Air Terjun Sedudo |
Puas menikmati wisata Sedudo, Nuh
mengajak kami untuk beristirahat sejenak di rumahnya di daerah Wilangan. Dari
Sawahan menuju Wilangan disuguhkan pemandangan hutan jati ibarat kampung berada
di tengah tengah hutan. Lengkap sudah perjalanan wisata hari ini menelususri
lereng Gunung Wilis dan hujan mengiringi kami saat menuju Tanjungkalang
Thanks so much
Nuh Handareka untuk kesempatan waktunya. Niat awal
mau single traveller jadi main bareng . Sekian lama tak bertemu, dulu kita
mempunyai rencana main bareng. Cerita tentang rumahmu yang berada ditengah alas
hutan masih teringat jelas dipikiranku sejak SMP. Pertemuan tanpa sengaja menjadikan
main bareng sunguh menyenangkan dan indra penglihatanku menikmati cerita hutan-hutan
yang mengelilingi kampungmu .
KYSyam yang tidak pernah kapok-kapoknya menami
saya untuk kesekian kalinya explore ditempat-tempat baru.