badge

Friday 21 August 2015

Kampung Lilinta Kearifan Lokal yang terus terjaga sampai nanti

Saat saya sudah tiba di Jawa saya masih merasakan sedih didalam hati, meninggalkan mutiara hitam yang jauh disana di selatan Raja Ampat yaitu di kampung Lilinta. Rinduku pada kampung halaman itu bukan karena pesona alamnya tapi keramahan masyarakat yang luar biasa.

Setahun ku mengajar disana tak henti-hentinya mendapatkan hal baru, ilmu baru dan tradisi baru dalam hidup. Walau tinggal di kampung dimana harga bahan pokok mahal, air tawar juga susah meskipun dibelakang rumah terhampar air laut yang membiru luasnya, sinyal juga susah tapi aku bersyukur mendapatkan masyarakat yang ramah dan bersahaja.
Kampung ini mayoritas muslim dan menjunjung tinggi kearifan lokal.

 "Susah satu susah semua, senang satu senang semua" itulah yang ku rasakan. dimana tiap acara pasti masyarakat baur membaur untuk membantu. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi dikampung halaman disini dimana budaya gotong royong sudah mulai rapuh. Yang penting punya uang nti bisa cari tukang dan pembantu tapi itu semua tak berlaku di kampung Lilinta karena semua rela untuk saling gotong royong walau harus meninggalkan pekerjaan 1-3 hari demi pekerjaan dinas .

Alhamdulillah setiap momen di kampung, selalu tak melewatinya mulai mandi safar, acara kepergiaan dan kedatangan jamaah haji, Ramadhan dan Lebaran disana dan masih banyak lagi. nanti akan aku ceritakan semua satu persatu di blog ini.

Terimakasih SM-3T LPTK UNESA yang memberi ku kesempatan untuk mengabdi di Raja Ampat
Terimakasih Dinas Pendidikan Kab Raja Ampat yang memberikan kesempatan untuk di tugaskan di SMA N 4 Raja Ampat.
Terimakasih Bapak Abdul Manaf Wihel sekeluarga, engkau adalah keluarga pertama bagiku saat di Raja Ampat .
Terimakasih Masyarakat Kampung Lilinta dan semuanya tak bisa aku sebutkan satu persatu....


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment